Amien Rais dan Politik Besan
Amien Rais dan Politik Besan
Amien Rais berusaha melempar comberan ke Jokowi eh yang kena besannya sendiri… Gimana ceritanya? Baca tulisan di bawah ini…
Politisi zaman old, Amien Rais tiba-tiba membuat ulah, melancarkan serangan pada Presiden Jokowi tanpa data dan tatakrama. Ia menyebut program sertifikasi tanah yang gencar dilakukan Jokowi sebagai “pengibulan”.
Sertifikasi tanah adalah program Jokowi yang membagi-bagikan lahan hutan untuk para petani agar bercocok tanam. Selain itu juga, pembagian sertifikat untuk warga yang punya lahan tapi tidak memiliki sertifikasi tanah, karena sebelumnya pengurusan sertifikat tanah prosedurnya berbelit-belit, belum lagi biaya besar karena harus bayar pelicin di sana-sini.
Bagi yang waras dan punya nurani yang bersih, akan langsung menangkap: program sertifikasi tanah oleh Jokowi adalah program yang luar biasa, bagi-bagi tanah negara untuk rakyat dan memantenkan hak milik atas tanah yang dimiliki warga.
Tiba-tiba ada yang teriak-teriak: ini ngibul.
Ngibul artinya menipu. Dalam kosa kata sehari-hari bila menjadi percakapan tak resmi apalagi menjadi simbol keakraban, kata ngibul tidak menjadi masalah. Tapi dalam wacana politik yang dilaporkan di publik yang akan disebar-luaskan oleh media, istilah ngibul jauh dari tata krama kosa kata politik Indonesia. Apalagi ini dilancarkan oleh politisi senior, yang dari usia dan karirnya bisa disebut “banyak makan garam”, tapi karena saking banyaknya makan garam, akhirnya keasinan dan kering, seperti ikan asin. Kalau ikan asin beneran di meja makan beneran sih nikmat, dengan sayur asam, sambel terasi ditambah pete (Sorry efek menulis menjelang makan siang hehehe).
Tapi “politisi ikan asin” yang bau menyengat, keasinan dan kering di ruang publik politik yang butuh kesegaran, ini hanya mencemari kesegaran suasana.
Apalagi, Amien Rais sedang membicarakan Presiden Republik Indonesia, bukan Jokowi sebagai individu. Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Maka tata krama dalam kosa kata politik sangat perlu diperhatikan.
Namun yang lebih penting lagi soal tata krama kosa kata politik adalah serangan Amien Rais yang melupakan data. Asal serang, karena dia pakai kata ngibul, maka dia pun disebut “asbun” asal bunyi, asal keluar yang ada dari mulutnya tanpa pikir panjang.
Sertifikasi Tanah Jokowi: Penyelamatan Aset Rakyat dan Bagi-bagi Lahan untuk Rakyat
Sertifikasi tanah oleh Jokowi adalah program yang sangat berpihak pada kepentingan rakyat dalam rangka penyelamatan aset rakyat. Banyak lahan yang dipunyai rakyat, mudah diserobot oleh perusahaan-perusahaan besar atau diborong murah karena tidak punya sertifikat.
Yang sering dilupakan, atau ada kesengajaan untuk melupakan, Jokowi mewarisi kebijakan pertanahan yang tidak adil dari pendahulunya.
Menurut Rustam Ibrahim, Ketua Dewan Pengawas LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) menyatakan Jokowi sudah diwariskan dari pendahulunya 74% tanah dikuasai 0.2% konglomerat! Dan Jokowi ingin menyelamatkan 26% lainnya dengan memberikan sertifikat tanah.
“Presiden @jokowi MEWARISI dari pendahulunya 74% tanah dikuasai 0.2% penduduk diantaranya kaum Konglomerat. Jokowi berusaha menyelamatkan 26% yang lain dengan memberikan Sertifikat Tanah, hingga secara hukum lebih terjamin dari kemungkinan penyerobotan dan pembelian harga murah.”
Presiden @jokowi MEWARISI dari pendahulunya 74% tanah dikuasai 0.2% penduduk diantaranya kaum Konglomerat. Jokowi berusaha menyelamatkan 26% yang lain dengan memberikan Sertifikat Tanah, hingga secara hukum lebih terjamin dari kemungkinan penyerobotan dan pembelian harga murah.
— Rustam Ibrahim (@RustamIbrahim) March 20, 2018
Jadi, bagaimana mungkin Amien Rais menyebut program penyelamatan tanah rakyat ini dengan “pengibulan”?
Jokowi Bagi-bagi Tanah untuk Petani
Selain menyelamatkan aset tanah rakyat, Jokowi juga membagikan tanah untuk petani rakyat melalui program yang disebut perhutanan sosial.
Saya ingin mengutip data sertifikasi tanah yang ditulis oleh Tosca Santoso, yang dalam dasawarsa ini terlibat penghijauan di Sarongge, Gedung Gede Pangrango dan mendampingi para petani di sana serta Pendiri Green Initiative Foundation. Dalam tulisannya Tosca Santoso menyebut istilah “perhutanan sosial” tujuannya mengubah struktur penguasaan lahan di hutan negara dengan memberi akses lebih luas kepada petani yang tidak punya tanah, atau yang kepemilikannya sempit.
Program perhutanan sosial menurut Tosca Santoso memang dimulai di akhir masa Soeharto dan zaman SBY, namun menurutnya, keduanya tidak terlalu serius. Tampak serius di era Jokowi kalau mau dibandingkan apa yang dikerjakan Jokowi dalam 3 tahun dengan SBY yang 10 tahun, Jokowi sudah bekerja dua kali lipat.
“Tetapi keseriusannya tampak berbeda. Sampai akhir 2017, Jokowi membagikan lahan hutan untuk perhutanan sosial sekitar 1,08 juta ha. Artinya dalam tiga tahun, ia memberi akses petani ke hutan negara, dua kali lipat dari yang dikerjakan SBY dalam 10 tahun. Itu pun tak seberapa. Sebab, Jokowi awalnya menargetkan 12,7 juta ha hutan negara untuk perhutanan sosial. Tetapi target itu dianggap terlalu ambisius. Sehingga Januari 2018 lalu, Menteri lingkungan hidup dan kehutanan mengumumkan target yang lebih mungkin dicapai : sampai 2019, sebanyak 4,3-5,1 juta ha hutan negara akan diberikan kepada petani.”
Lebih lanjut silakan baca tulisan Tosca Santoso di sini
Pembelaan Amien Rais terhadap Masa Lalu Sang Besan
Namun yang patut diduga adalah, pernyataan “asbun” Amien Rais yang menuduh Jokowi “ngibul” soal sertifikasi tanah tidak lebih untuk membela kebijakan masa lalu besan.
Amien Rais punya besan, namanya Zulkifli Hasan, Ketua PAN saat ini, dan Amien Rais jadi Ketua Dewan Kehormatan PAN.
Studi Greenomics Indonesia juga memperlihatkan, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan periode 2009-2014, kini Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan besan Amien Rais memecahkan rekor sebagai menteri yang paling banyak memberikan izin-izin perkebunan kepada para pelaku bisnis tertentu.
Ia tercatat memberi izin, dengan luas 1,64 juta hektar, atau hampir 25 kali lipat luas DKI Jakarta. Izin-izin perkebunan yang diterbitkan oleh Zulkifli Hasan setara dengan hampir 70 persen dari total luas izin perkebunan yang telah diberikan kepada para pebisnis selama periode 2004-2017.
“Angka tersebut belum termasuk luas areal perkebunan sawit yang ‘diputihkan’ dari stempel kawasan hutan pada periode ketika Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Kehutanan,” kata Vanda Mutia Dewi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia (sumber).
Ibarat pepatah, Amien Rais ingin melempar air comberan ke Jokowi, eh kena besan sendiri. Kalau Amien Rais mau mengeluh soal penguasaan 74% lahan Indonesia oleh konglomerat tertentu maka, sebaiknya ia tanya dulu besannya: Zulkifli Hasan yang memegang rekor memberi izin lahan perkebunan terbanyak dalam 14 tahun ini.
Bukankan hanya orang licik yang melemparkan kesalahan dirinya dan orang terdekatnya kepada pihak lain. Zulkifli Hasan tak hanya ketua parpol yang didirikan Amien Rais tapi juga besannya!
Ke Depan: Reformasi Agraria Lebih Luas
Setelah pembagian sertifikasi tanah saya berharap Presiden Jokowi melakukan reformasi agraria secara lebih luas. Meskipun sertifikasi tanah dan bagi-bagi lahan untuk petani bisa terhitung sebagai bagian dari program reformasi pertanahan namun karena tanah tidak bisa berkembang biak, yang membutuhkan masih banyak untuk memberikan lapangan pekerjaan dan menekan pengangguran, maka cara ke depan paling tidak ada 2 hal.
Pertama, pemanfaatan tanah yang lebih luas untuk kesejahteraan penggarapnya dengan memberikan pelatihan, teknologi, jaminan kredit, proses pasar yang sehat dan jauh dari tengkulak, juga perlindungan hukum dan perkumpulan bagi para petani–karena petani yang masih beraktivitas sendiri-sendiri tidak sadar perkumpulan akan mudah disusupi oleh koorporasi yang mengincar tanah-tanah mereka.
Kedua, “Penataan ulang” atau yang dikenal dengan “Land Reform” yang “menyeluruh dan meluas” artinya sasarannya bukan hanya tanah pertanian, tetapi juga tanah-tanah hutanan (Jokowi sudah memulai dengan perhutanan sosial, tinggal target diperbanyak), perkebunan, pertambangan, pengairan, kelautan dan lain-lainnya. Yang sebelum ini sudah dikuasai oleh sepihak konglomerat dan koorporasi besar.
Maka, meninjau ulang izin-izin masa lalu sangat diperlukan yang kalau kita lihat angka statistiknya sangat janggal, misalnya yang dilakukan Zulkifli Hasan sewaktu menjadi menteri kehutanan dengan membagi-bagi lahan hutan.
Dengan kata lain Jokowi memang akan membereskan kelakuan masa lalu besan Amien Rais.
Mohamad Guntur Romli
gunromli.com
Amien Rais dan Politik BesanAmien Rais berusaha melempar comberan ke Jokowi eh yang kena besannya sendiri… Gimana…
Posted by Mohamad Guntur Romli on Wednesday, 21 March 2018
Terkini
- Tiga Langkah Jenius Megawati Saat Pencapresan Ganjar Pranowo
- Memilih Ganjar Pranowo, Meneruskan Jokowi Membangun Indonesia
- Ayat Al-Quran yang Sering Dipakai oleh Teroris
- Mengapa Koalisi Anies Gagal Deklarasi Pencapresan?
- Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
- Tahun 2024, Mereka Ingin Khilafah Berdiri di Indonesia
Categories
- Berita (110)
- Santuy (5)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (181)
- Video Cokro TV (15)


