Mengapa Ideologi Wahabi Jadi Korban Reformasi Saudi? Bagian I

Tulisan ini menjelaskan perubahan di Saudi dengan membunuh Ideologi Wahabi. 

Revolusi sering memakan anak kandungnya sendiri. Ini ungkapan yang sering kita dengar mengenai keniscayaan dari perubahan yang dampaknya bisa menimbulkan efek yang dahsyat sampai-sampai seperti “memakan anak kandung”.

Dan perubahan di Saudi saat ini sedang membunuh Wahabi, anak kandungnya sendiri.

Terbelalak mata saya membaca berita “Allahu Akbar, Akhirnya Putera Mahkota Saudi, Anak Raja Salman Akui Islam Versi Wahabi Keliru”

Bagaimana mungkin, bukankah selama ini Wahabi tak terpisahkan dari Dinasti Saudi? Wahabi adalah produk asli atau anak kandung dari Dinasti Saudi. Ideologi Wahabi yang tertutup, ekstrim, mudah mengkafirkan, pro kekerasan, anti perubahan—dan segala atribut ketertutupan dan kemunduran bisa dilekatkan pada ideologi ini—lahir sebagai alat konsolidasi dan represi politik awal dari Dinasti Saudi.

Dinasti Saudi: Amerika Serikat, “Petro-Dolar” dan Wahabi

Selain karena dukungan Amerika Serikat dan minyak bumi, ideologi Wahabi adalah pilar utama yang menjadi tegaknya Kerajaan Saudi. Untuk mempertahankan kekuasaan dan menyerang saingan politiknya, zaman dulu, Dinasti Saudi memerlukan ideologi tertutup yang bisa memenuhi ambisi mereka, dan karakter ideologi ini mereka temukan di ideologi Wahabi.

Maka, dalam perjalanan sejarahnya, Saudi dipegang oleh dua dinasti sebenarnya. Untuk politik dipegang Dinasti Alu Suud (Keluarga Saud, Pendiri Kerajaan Saudi) dan soal agama Dinasti Alu Syaikh (Keluarga Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagai pendiri ideologi Wahabi).

Dinasti Saud menguasai kerajaan, militer dan segala sumber dayanya sementara Dinasti Syaikh diberi jabatan untuk bidang keagamaan sosial dan budaya. Saat ini dari Keluarga Syaikh ada yang menjabat sebagi Mufti Utama Kerajaan, Menteri Urusan Islam dan Ketua MPR. Sebelum ini dari keluarga Syaikh Wahabi ada yang menjabat sebagai menteri pendidikan sekaligus Ketua Lembaga Amar bin Ma’ruf dan Nahi Munkar (Polisi Syariah ala Saudi yg merazia dgn alasan agama, budaya dan moralitas), menteri kehakiman, dan pelbagai jabatan strategis lain nya.

Intinya, sebelum ini, tidak mungkin memisahkan antara Dinasti Saudi dengan ideologi Wahabi. Bahkan sejak ditemukan minyak di Arab Saudi yang membawa kerajaan ini pada kekayaan, serta koalisinya dengan Amerika Serikat, sehingga fenomena ini disebut sebagai “petro-dolar”, Arab Saudi sangat gencar dan membuang banyak dana untuk mempromosikan ideologi Wahabi ke seluruh penjuru dunia.

Dinasti Saudi mengunakan Wahabi sebagai strategi “soft power” untuk meraih simpati dan menancapkan kuku-kuku pengaruhnya di beberapa negara muslim. Beberapa lembaga keagaman dan sosial di beberapa negara muslim disiram dana minyak oleh Saudi untuk mengembangkan pengaruh ideologi Wahabi, khususnya di Indonesia. Saudi sadar, meskipun Ka’bah sebagai kiblat umat Islam di dunia sudah mereka kuasai, tapi tidak serta merta umat Islam mengakui Saudi sebagai kiblat politik dan agama, maka mereka gunakan kekuatan uang dari minyak dan ideologi Wahabi untuk menaklukkan ideologi keagamaan dunia Islam, yang pro mereka siram dengan uang, yang kontra dengan Wahabi dikafirkan, dibid’ahkan.

Wahabi dan Jaringan Terorisme

Tapi ternyata strategi “soft power” ini dibajak oleh ideologi Wahabi yang ekstrim dan keras (ibarat memberi “umpan” bensin ke api), sehingga strategi Dinasti Saudi untuk Wahabi ini malah kebablasan menjelma menjadi jaringan teror semacam Al-Qaidah dan ISIS, bahkan kini mengancam Dinasti Saudi sendiri! Ideologi Wahabi memiliki agenda sendiri bahkan membahayakan Dinasti Saudi.

Beberapa ledakan bom dan serangan jaringan teror di beberapa negara Saudi justeru dilakukan oleh anak-anak berideologi Wahabi yang dilahirkan Dinasti Saudi!

Ini awal “anak kandung makan bapak kandung” karena generasi Wahabi yang dilahirkan oleh Dinasti Saudi justeru mau menghancurkan Dinasti yang telah melahirkan mereka.

Dinasti Saudi pun melakukan perlawanan dan perubahan. Jangan sampai “anak kandung makan bapak kandung”, hukum revolusi harus ditegakkan: revolusi yang memakan anak kandungnya sendiri.

Sebagai langkah awal, bagaimana ulama-ulama Saudi harus mengutuk aksi-aksi teror itu, yang tak lain dilakukan oleh murid-murid mereka sendiri. Mufti Utama Kerajaan diberikan kepada yang bukan dari Keluarga Syaikh, ditunjuk tokoh seperti Syaikh Bin Baz yang melawan fatwa-fatwa murid-muridnya sendiri yang terlibat jaringan terorisme yang mengancam Dinasti Saudi. Seperti Juhaiman Al-Utaibi yg pernah menyandera Masjidil Haram tahun 1979 yg dikenal “Kudeta Mekkah” adalah murid Bin Baz.

Ribuan ulama Wahabi yang keras, ekstrim dan tentu saja anti Kerajaan ditangkapi. Dinasti Saudi mulai bicara soal moderatisme Islam, anti ekstrimisme dan kekerasan (at-tatharruf wal ‘unf). Dinasti Saudi menggelar kampanye: perang lawan teror (al-harb alal irhab).

Inilah awal Dinasti Saudi mulai mengebiri ideologi Wahabi dengan melumpuhkan perannya sebagi ideologi dan doktrin keagamaan. Wahabi sebagai ideologi makin dianggap usang bahkan kontraproduktif.

Dan bagi saya peran Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) saat ini, seperti mengambil jantung Wahabi yang akan mati selamanya. Sikap Pangeran MBS ini hanyalah kelanjutan dari Pemimpin Saudi sebelumnya setelah mereka mengebiri Wahabi karena terlibat terorisme, maka Pangeran MBS jauh lebih keras terhadap Wahabi karena dua alasan besar. Pertama: dampak dari Musim Semi Arab di Timur Tengah dan kedua: terpuruknya harga minyak dunia.

Apa hubungannya Musim Semi Arab dan jatuhnya minyak dunia dengan peminggiran ideologi Wahabi?

Ikuti tulisan selanjutnya…

Mohamad Guntur Romli