Indahnya Toleransi: Shalat Jumat di Dalam Gereja di Amerika
Shalat Jumat di Dalam Gereja di Amerika Serikat
Umat Islam di Washington DC menggelar Shalat Jumat di Gereja Epiphany, sebuah gereja episkopal yang dibangun pada tahun 1844 yang masuk dalam daftar bangunan bersejarah nasional sejak tahun 1971.
Tak kurang 200 jamaah muslim yang hadir dalam setiap Shalat Jumat. Mereka menggelar karpet shalat di ruang paling depan deretan kursi-kursi di gereja. Yang menarik, yang ikut mendengarkan khutbah Jum’at tidak hanya jamaah Shalat Jumat yang muslim yang duduk di karpet, tapi juga umat agama lain, khususnya Kristen dan Jemaah Gereja Epiphany yang duduk di deretan kursi–seperti halnya mereka mendengarkan khutbah dari pendeta mereka.
Menurut Pendeta Patricia Lyons di Gereja Epiphany sejak tragedi 11 September 2001, Umat Islam di Amerika, khususnya di Washington DC yang jumlah penduduk muslimnya 2 persen, merasa ketakutan, kekhawatiran dan disalahpahami. Acara Shalat Jumat yang diprakarsai oleh Komunitas Muslim di Washington DC, All Dulles Area Muslim Society, ADAM Center bisa menjadi bukti janji umat Nasrani saat dibaptis untuk berjuang menegakkan keadilan bagi siapapun. Dalam konteks Washington DC untuk umat Islam yang disalahpahami sejak tragedi 11 September.
Shalat Jumat di dalam gereja ini menunjukkan tidak hanya bukti toleransi dari umat Kristen di Amerika, tapi juga perlindungan kalangan Kristiani yang “mayoritas” di Amerika terhadap umat Islam yang “minoritas”. Ala kulli hal, peristiwa ini merupakan wujud dari indahnya toleransi beragama.
Video liputan VOA.
Shalat Jumat di Dalam Gereja di Amerika Serikat Umat Islam di Washington DC menggelar Shalat Jumat di Gereja Epiphany, sebuah gereja episkopal yang dibangun pada tahun 1844 yang masuk dalam daftar bangunan bersejarah nasional sejak tahun 1971. Tak kurang 200 jamaah muslim yang hadir dalam setiap Shalat Jumat. Mereka menggelar karpet shalat di ruang paling depan deretan kursi-kursi di gereja. Yang menarik, yang ikut mendengarkan khutbah Jum'at tidak hanya jamaah Shalat Jumat yang muslim yang duduk di karpet, tapi juga umat agama lain, khususnya Kristen dan Jemaah Gereja Epiphany yang duduk di deretan kursi–seperti halnya mereka mendengarkan khutbah dari pendeta mereka. Menurut Pendeta Patricia Lyons di Gereja Epiphany sejak tragedi 11 September 2001, Umat Islam di Amerika, khususnya di Washington DC yang jumlah penduduk muslimnya 2 persen, merasa ketakutan, kekhawatiran dan disalahpahami. Acara Shalat Jumat yang diprakarsai oleh Komunitas Muslim di Washington DC, All Dulles Area Muslim Society, ADAM Center bisa menjadi bukti janji umat Nasrani saat dibaptis untuk berjuang menegakkan keadilan bagi siapapun. Dalam konteks Washington DC untuk umat Islam yang disalahpahami sejak tragedi 11 September. Video liputan VOA. #KerjasamaUmatBeragama #Toleransi #ToleransiBeragamahttps://m.kumparan.com/guntur-romli/suasana-shalat-jumat-di-dalam-gereja
Posted by Mohamad Guntur Romli on Friday, 25 May 2018



Terkini
- Gus Yaqut dan Percakapan Agama Sebagai Inspirasi Bukan Aspirasi, Apa Bedanya?
- Dari FPI Menjadi Teroris
- Kaitan FPI dengan Senjata Api dan Terorisme
- Menyerahkan Diri, Ditahan, Diborgol, Rizieq Shihab Memberikan Contoh yang Baik Meskipun Telat
- Istriku yang Mengajari Anak-anakku Bisa Mengaji
- Irhabi Bukan Jihadis
Categories
- Berita (110)
- Santuy (2)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (164)