Ingat Hari Santri, Ingat Jokowi, Mengapa?
Ingat Hari Santri, Ingat Jokowi, Mengapa?
Hari Santri ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melakui Keppres No 22 Tahun 2015. Keputusan Presiden itu akan dinilai semakin penting kalau kita tahu sejarah selama ini Revolusi Jihad memang sengaja “ditenggelamkan”.
Hari Santri adalah peringatan atas dikeluarkannya Revolusi Jihad oleh Alim Ulama tanggal 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini pula yang memantik perlawan rakyat Indonesia khususnya Jawa Timur yang melawan tentara Sekutu yang di dalamnya ada Pasukan Belanda yang mau menjajah kembali Indonesia yang baru memproklamirkan Kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945.
Pertempuran Surabaya dikenal nantinya sebagai Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November.
Selama Republik Indonesia berdiri, peristiwa Revolusi Jihad 22 Oktober ditenggelamkan, khususnya di era Orde Baru yang serba rejim militerisme yang menulis sejarah pun serba militeristik.
Mengapa Revolusi Jihad dan perlawanan umat Islam khususnya dari kalangan pesantren, kiai dan santri tidak masuk dalam catatan resmi sejarah nasional?
Karena mereka yang berjuang, mempertaruhkan jiwa dan raganya bukanlah pasukan militer secara resmi. Sementara ada ungkapan yang kuat “sejarah ditulis oleh pemenang”. Karena pemenang seperti Orde Baru yang berkuasa sangat lama dengan ciri khas rejim militeristik nya, maka, para pejuang selain militer resmi pun tak terlalu dicatat dengan serius.
Demikian pula nasib Revolusi Jihad dan peran perjuangan kaum santri.
Bisa jadi Resolusi Jihad masuk dalam radar larangan Orde Baru yang berbau Islam dan jihad, karena Orde Baru sangat alergi pada kekuatan politik umat Islam, khususnya kaum NU. Kita menyaksikan bagaimana rejim Orde Baru meminggirkan peran ulama NU, menteri agama yang lazimnya diberikan pada NU sejak Orde Lama, tapi pada Orde Baru diberikan pada selain NU.
Demikian pula sejarah berdirinya ICMI, yang merupakan cara Orde Baru “menandingi” kekuatan NU sekaligus memecah-belah umat Islam.
Dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 ke Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Dalam buku “Resolusi Jihad: Perjuangan Ulama dari Menegakkan Agama Hingga Negara” yang ditulis oleh Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarah Tebuireng tahun 2015 mengulas peran penting Revolusi Jihad dan Hadrarus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang saat itu Rais Akbar PBNU. Saat itu Hadrarus Syaikh mengeluarkan fatwa dengan substansi penolakan kembalinya kekuasaan kolonial dan mengakui kekuasaan Republik Indonesia yang baru merdeka sesuai hukum Islam.
Ringkasan fatwa Hadratus Syaikh sebagai berikut:
Hoekoemnja memerangi orang kafir jang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhoe ‘ain bagi tiap-tiap orang Islam jang moengkin meskipoen bagi orang kafir.
Hoekoemnja bagi jang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplot2nja adalah mati sjahid.
Hoekoemnja orang jang memetjahkan persatoean kita sekarang ini wadjib diboenoeh
Dengan lahirnya Resolusi Jihad semangat umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia semakin bergelora karena terbitnya fatwa sebagai legitimasi agama.
Peristiwa heroik 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan tidak terlepas dari semangat resolusi jihad yang dicetuskan di markas NU, Bubutan Surabaya saat itu. Sehingga KH Afifuddin Muhajir Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo pernah dawuh:
لو لم يكن ٢٢ اكتوبر ما كان ١٠ نوفمبر
“Kalau tidak ada 22 Oktober/Resolusi Jihad/Hari Santri maka tidak ada 10 November/Pertempuran Surabaya/Hari Pahlawan”.
Dalam catatan Duta Islam “Sejarah Singkat Resolusi Jihad yang Tidak Dicatat”
Pasukan terdepan yang bertempur di Surabaya adalah:
(1). Laskar Hizbullah, yang dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin, dari Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Wafat di Jakarta.
(2). Laskar Sabilillah, dipimpin oleh K.H. Masykur, dari Ponpes Mishbahul Wathon (Pelita Tanah Air), Singosari Malang, Jawa Timur.
(3). Barisan Mujahidin Indonesia yang dipimpin oleh K.H. Wahab Hasbullah Ponpes Tambak Beras Jombang Jawa Timur.
(4). Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) atau Bo-ei Giyugun Kanbu Renseitai yang terdiri atas 65 Daidan (batalyon) di Jawa dan 3 Daidan di Bali. Sebagian besar Batalyonnya dipimpin oleh para kiai NU. (Sejarah yang Hilang: Kiai Jadi Komandan Batalyon)
(5). Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Resolusi Jihad NU (sejarah yang terlupakan) cukup disayangkan karena Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 tidak tercatat dalam Sejarah Resmi Indonesia. Ada upaya untuk menghilangkan jejak peran para Santri dan Kiai dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Hal itu diduga terkait dengan kebijakan rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi TKR yang mengakibatkan para milisi terdepak dari TKR. Walau sedikit kecewa pada pemerintah saat itu, tapi para pejuang NU tetap sadar bahwa mereka berjuang bukan untuk pemerintah, tapi membela negara dan tanah air. Mereka tetap setia dengan Resolusi Jihad dan tetap selalu menjaga serta membela NKRI. (Sumber)
Salah satu yang memantik kekecewaan terhadap kebijakan ini adalah munculnya pemberontakan Kartosoewirjo dengan DI/TIInya. Namun NU tidak terseret dengan pemberontakan ini.
Sebab lain mengapa Revolusi Jihad ini semakin terkubur adalah para kiai dan alim ulama ini memang terbiasa tidak mau mengaku-ngaku. Karena ini bisa dianggap menghilangkan keikhlasan. Para Kiai NU malah menguburkan jasa mereka dalam-dalam, bahkan agar semakin orang tidak tahu. Ini sesuai dengan petikan dari kitab Al-Hikam idfin wujudaka fi ardhil khumul (benamkan dirimu di bumi kekosongan). Jadi mana mungkin para pelaku sejarah dan saksi mata mau membuka pentingnya Revolusi Jihad ini.
Demikianlah alasan mengapa sejarah Resolusi Jihad “ditenggelamkan”.
Namun Alhamdulillah Resolusi Jihad 22 Oktober 2015 ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 22 Tahun 2015.
Penetapan Hari Santri Nasional merupakan penunaian Jokowi atas janjinya saat Kampanye Pilpres tahun 2014, sekaligus bentuk pengakuan resmi Negara para peran penting Revolusi Jihad, Alim Ulama, Kyai dan para santri dalam perjuangan Kemerdekaan.
Mohamad Guntur Romli
Juru Bicara dan Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
Tags In
Terkini
- Tiga Langkah Jenius Megawati Saat Pencapresan Ganjar Pranowo
- Memilih Ganjar Pranowo, Meneruskan Jokowi Membangun Indonesia
- Ayat Al-Quran yang Sering Dipakai oleh Teroris
- Mengapa Koalisi Anies Gagal Deklarasi Pencapresan?
- Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
- Tahun 2024, Mereka Ingin Khilafah Berdiri di Indonesia
Categories
- Berita (110)
- Santuy (5)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (181)
- Video Cokro TV (15)


