Buat Arie Untung: Islam Menolak Diskrimiasi Ras dan Etnis

Arie Untung, seorang seleb yang konon “hijrah” menyebut Demo 812 di Malaysia yang menentang ICERD (International Convention on The Elimination of Racial Discrimination) disebut “The Power of Ukhuwah” (Kekuatan Persaudaraan).

ICERD adalah Konvensi Internasional Atas Penghapusan Diskrimiasi Rasial. Demo 812 di Malaysia merupakan gerakan yang nyata dukungan terhadap diskriminasi rasial.

Seorang seleb yang tercerahkan, Ernest Prakasa memberikan komentar pedas pada twit Arie Untung itu:

812 itu demo menentang ICERD (International Convention on The Elimination of Racial Discrimination). Pemerintah Malaysia mau menghapus disriminasi, tapi dilawan oleh orang2 ini. Jadi, elo pribadi lebih pro ke diskriminasi etnis? Lo banyak job di MNC, Hari Tanoe itu Cina, FYI.
https://t.co/Qkglhaf6tF

Bagaimana Islam memandang perbedaan etnis dan ras? Benarkah bisa didukung atas nama “ukhuwah” seperti twit kontroversial Arie Untung?

Latar belakang etnis dan budaya yang terkait pada seseorang tak jarang menjadi alasan untuk dibeda-bedakan. Apalagi etnis dan budaya ini minoritas dalam suatu kelompok mayoritas tertentu.

Problem diskriminasi berbasis etnis masih menjadi persoalan di negeri ini. Contohnya perlakuan yang diskriminatif terhadap keturunan Tionghoa. Bagaimana Islam memandang keragaman etnis? Bagaimana Islam memberikan jaminan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak yang setara?

Islam mengakui kesetaraan antar etnis dan budaya. Islam menolak diskrimasi yang berbasis etnis karena bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam Al-Quran disebutkan secara eksplesit keragaman etnis manusia dengan istilah perbedaan lidah “al-sinah” yang merujuk pada bahasa dan perbedaan warna “al-alwân” yang berarti warna kulit yang umumnya dipahami sebagai perbedaan ras.

Al-Quran juga menyebutkan perbedaan bangsa-bangsa (syuûb) dan suku-suku (qabâil) yang menunjukkan pengakuan terbuka Islam terhadap keragaman etnis dan budaya manusia.

Doktrin yang mempercayai bahwa suatu etnis tertentu lebih unggul dan mulia disebut rasisme. Manusia dinilai karena warna kulitnya dan dari mana asal etnisnya.

Rasisme merupakan petaka dalam sejarah umat manusia, di mana manusia ditinggikan dan direndahkan hanya berdasarkan warna kulit dan etnisnya saja. Turunan dari fanatisme etnis ini (rasisme) seperti ketakutan pada yang terlihat asing (xenofobia) dan generalisasi terhadap suatu kelompok etnis tertentu yang disebut stereotip.

Dalam pandangan Islam segala bentuk rasisme, xenofobia dan stereotip tidak bisa diterima. Karena pandangan dan sikap ini menimbulkan dan menyuburkan diskriminasi dan penolakan. Sikap dan pandangan ini pun jauh dari nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang diakui oleh Islam. Diskriminasi yang berdasarkan etnis, generalisasi, dan ketakutan pada yang dianggap asing merupakan bentuk dari kezaliman yang sangat ditolak oleh Islam.

Oleh karena itu mari kita lihat bagaimana Islam melihat dan menyikapi perbedaan etnis dan budaya ini.

Islam Menegaskan Prinsip Kemuliaan Manusia

Firman Allah Swt telah menegaskan kemuliaan dan keutamaan manusia secara umum, tidak pandang etnis, bahasa, budaya dan agamanya.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا

Sungguh, telah Kami muliakan bani Adam, dan kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik, dan Kami utamakan mereka melebihi sebagian besar makhluk yang Kami ciptakan. (QS. Bani Isra’il [17]: 70).

Adanya keragaman etnis, bangsa, bahasa dan budaya merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak dan untuk tujuan-tujuan tertentu.

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ

Dan di antara tanda-tanda (Kebesaran-)Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa-bahasa dan warna (kulit) kamu. Sungguh, dalam yang demikian itu ada bukti-bukti bagi orang yang mengetahui. (QS Rûm (30): 22).

Tujuan dari keaneka-ragaman itu agar saling kenal-mengenal bukan untuk melebihkan salah satu golongan dari golongan yang lain. Yang berbeda atau yang sering dianggap asing dan aneh, karena tidak tahu untuk dikenali bukan ditolak apalagi dibenci.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan. Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan berbagai puak (suku), supaya kamu saling mengenal (QS Al-Hujarât: [49]: 13).

Perbedaan dalam keragaman manusia adalah ujian sekaligus perlombaan untuk menunjukkan kebaikan.

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

Sekiranya Allah berkenan tentulah Ia jadikan kamu satu umat, tapi maksud-Nya hendak menguji kamu dalam apa yang diberikan-Nya kepadamu. Karena itu berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. (QS Al-Mâ’idah [5}: 48).

Menolak Fanatisme Etnis

Islam juga menolak fanatisme kesukuan (al-ashabiyah) yang menjadi ciri khas zaman pra-Islam yang disebut era Jahiliyah. Dalam bahasa modern al-‘ashabiyah ini yang disebut dengan rasisme (al-unshûriyah).

Nabi Muhamad bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا اِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ

Bukan dari golongan kami yang menjak pada fanatisme etnis, bukan dari golongan kami yang berperang dengan tujuan fanatisme etnis, dan bukan dari golongan kami yang mati demi fanatisme etnis.

Nabi Muhammad Saw juga bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ ، أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ ، وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ ، وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ ، وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى

Hai manusia, sungguh Tuhanmu hanya satu, bapakmu hanya satu, maka tiada kemuliaan orang Arab atas orang asing, orang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah kecuali dengan takwa. (HR Ahmad)

Sabda Nabi Muhammad Saw ini penegasan terhadap firman Allah ayat 13 dari surat al-Hujârât tadi dan penolakan terhadap xenofobia (ketakutan pada yang dianggap asing).

Dalam hadits lain disebutkan,

الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ، أُمَّهَاتُهُم شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

Seluruh nabi dari satu bapak (Adam), ibu mereka saja yang berbeda, agama mereka satu. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Sabda ini menegaskan bahwa ajaran-ajaran para nabi merupakan satu-kesatuan, yakni beriman pada Allah, mengajak pada kebaikan dan mencegah yang buruk. Dikatan juga bahwa para nabi itu dalam satu keluarga, yakni keluarga keimanan dan kemanusiaan. Yang membedakan mereka hanya perbedaan ibu yang melahirkan mereka sebagai manusia.

Islam yang menjadi ajaran Nabi Muhammad Saw adalah ajaran yang telah membatalkan segala bentuk fanatisme yang termasuk di dalamnya fanatisme etnis. Dalam sabdanya,

إنّ الله قد أذهب عنكم نخوة الجاهلية وتعظُّمها بالآباء. الناس من آدم وآدم من تراب

Sungguh Allah telah menghilangkan fanatisme jahiliyah dengan Islam dan berbangga-bangga atas nenek-moyang, karena manusia seluruhnya dari Adam, dan Adam dari tanah. (HR. Abu Dawud)

Sabda ini merujuk asal penciptaan manusia dari tanah. Tidak ada asal manusia yang diciptakan berbeda, misalnya dari emas, permata atau batu mulia, seluruhnya dari unsur tanah.

Menolak Rasialisme

Mengolok-olok, menghina, merendahkan seseorang karena alasan suku, kelompok dan keturunan merupakan tindakan rasialisme. Tindakan ini tidak dibenarkan dalam Islam. Larangan ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُوا بِالأَْلْقَابِ

Hai orang yang beriman! Janganlah suatu suku di antara kamu mengolok-olok suku yang lain, mungkin (yang diolok-olok itu) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), janganlah wanita mengolok-olok wanita yang lain mungkin (wanita yang diolok-olok) lebih baik dari (wanita yang mengolok-olok), janganlah kamu saling mencaci, dan janganlah saling memberi nama ejekan (Al-Hujarât [49]: 11)

Dalam sebuah riwayat hadits, seorang sahabat Nabi bernama Abu Dzar al-Ghifari pernah mengejek sahabat Nabi lain bernama Bilal bin Rabah (mantan budak yang berkulit hitam). Keduanya pernah terlibat cekcok, Abu Dzar mengejeknya dengan sebutan Hai Anak Hitam (Negro). Mendengar ejekan Abu Dzar pada Bilal, Nabi Muhammad Saw menegor Abu Dzar yang menyebut ejekan itu sebagai tradisi zaman Jahiliyah (era kebodohan). Abu Dzar pun sadar dan sejak itu dia tidak lagi menghina, bahkan menyamakan apa yang dipakai oleh hamba sahayanya dengan dirinya.

عَنِ الْمَعْرُورِ قَالَ لَقِيتُ أَبَا ذَرٍّ بِالرَّبَذَةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّةٌ ، وَعَلَى غُلاَمِهِ حُلَّةٌ ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ إِنِّى سَابَبْتُ رَجُلاً ، فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ ، فَقَالَ لِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَا أَبَا ذَرٍّ أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ.

Dari Al-Ma’rur bahwa ia berkata, “Saya bertemu dengan Abu Dzar di Rabadzah. Dia dan hamba sahayanya mengenakan pakaian yang sama. Saya pun bertanya apa sebabnya mereka mengenakan pakaian yang sama? Abu Dzar menjawab, “Aku pernah memaki seseorang dengan menghina ibunya. Lalu Nabi berkata kepadaku, “Wahai Abu Dzar, apakah kau memaki dia dengan menghina ibunya? Rupanya masih ada dalam dirimu karakter Jahiliyah.”

Rasisme bukan Cinta Tanah Air

Menolak rasisme bukan berarti tidak mencintai bangsa, negeri dan keluarga. Cinta berbeda dari sikap yang fanatik. Ada ungkapan yang sering dikira hadits namun sebenarnya pepatah yang baik dan sering dipakai oleh ulama-ulama terdahulu untuk menegaskan kecintaan pada negeri dan bangsanya:

حب الوطن من الإيمان

Mencintai tanah air adalah bagian dari keimanan

Seorang sahabat Nabi bernama Watsilah bin al-Asqa’ bertanya pada Rasulullah tentang cinta bangsanya dan soal fanatisme.

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِنَ الْعَصَبِيَّةِ أَنْ يُحِبَّ الرَّجُلُ قَوْمَهُ قَالَ لَا وَلَكِنْ مِنْ الْعَصَبِيَّةِ أَنْ يَنْصُرَ الرَّجُلُ قَوْمَهُ عَلَى الظُّلْمِ

“Apakah termasuk dari fanatisme etnis (al-‘ashabiyah) apabila ada seseorang mencintai kaumnya?” Rasulullah menjawab, “Tidak, karena fanatisme etnis tidak akan muncul kecuali ada orang yang membela anggota kaumnya dengan tujuan kezaliman. (HR Ibn Majah dan Ahmad).

Oleh karena itu mencintai bangsa, negeri dan keluarga diakui dalam Islam. yang ditolak adalah sikap fanatik dan membela anggota keluarga dan bangsanya dengan tujuan kezaliman.

#TolakDiskriminasiRas #TolakDiskriminasiEtnis

Mohamad Guntur Romli
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI)