Kasus Ba’asyir dan Pentingnya Revisi UU tentang “Pembebasan Bersyarat”
Kalau Baasyir Bebas Jangan Salahkan Jokowi Harusnya Revisi UU No 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan
Banyak pihak yang menyalahkan Jokowi terkait rencana bebasnya Abu Bakar Baasyir. Padahal alasan bebasnya Abu Bakar Baasyir terkait peraturan dan perundangan yang berlaku di negri ini.
Dasar bebasnya Abu Bakar Baasyir adalah UU No 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan.
Pada Pasal 14 huruf (k) disebutkan narapidana berhak “mendapatkan pembebasan bersyarat” dalam penjelasan Pasal 14 Huruf (k) disebutkan “Yang dimaksud dengan “pembebasan bersyarat”adalah bebasnya Narapidana
setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan
ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.”
Karena dasar ini pula, Antasari Azhar tahun 2016 dan Robert Tantular tahun 2018 bisa bebas bersyarat. Demikian pula Abu Bakar Baasyir yang sejak 13 Desember 2018 telah menjalin dua pertiga (2/3) masa pidananya maka berhak mendapatkan pembebasan bersyarat sesuai UU No 12 tahun 1995.
Maka apabila ada yang tidak setuju dengan peraturan ini, harusnya revisi UU No 12 tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Khususnya untuk kejahatan kekerasan pada anak-anak, perempuan, terorisme dan narkoba yang tidak boleh menerima keistimewaan ini.
Saya pribadi setuju revisi UU No 12 tahun 1995 agar tidak celah pengistimewaan bagi narapinda kejahatan kekerasan pada anak-anak, perempuan, terorisme dan narkoba. Revisi ini harus dilakukan pada level Undang-Undang tidak cukup pada peraturan menteri (permen) saja.
Saya tidak yakin Jokowi akan memberikan grasi kepada Abu Bakar Baasyir, karena pembebasan Abu Bakar Baasyir lebih karena UU No 12 tahun 1995.
Yang perlu dicatat, Presiden Joko Widodo telah memberikan grasi kepada aktivis hak petani, Eva Susanti Bande, pada tanggal 22 Desember 2014.
Eva Bande dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak petani di Sulawesi Tengah. Ia ditahan pada 15 Mei 2010 lalu karena dituduh penghasut para petani dalam unjuk rasa di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Toili Barat, Banggai, Sulwesi Tengah, yang berujung pembakaran aset PT Kurnia Luwuk Sejati.
Selain pada aktivis petani, Presiden Jokowi pernah memberikan grasi pada tapol OPM.
Pada tahun 2015 Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada lima orang tahanan politik yang terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM). Mereka adalah Linus Hiel Hiluka dan Kimanus Henda (keduanya divonis 19 tahun 10 bulan), Jefrai Murib dan Numbungga Telenggen (keduanya divonis seumur hidup), serta Apotnalogolik Lokobalm (vonis 20 tahun).
Soal Baasyir, Jokowi diserang karena motif politik Pilpres 2019, padahal Jokowi tidak memberikan grasi kepada Baasyir. Jokowi pernah memberikan grasi kepada aktivis petani dan tapol OPM yang telah bersedia setia kepada NKRI.
Mohamad Guntur Romli
Terkini
- Tiga Langkah Jenius Megawati Saat Pencapresan Ganjar Pranowo
- Memilih Ganjar Pranowo, Meneruskan Jokowi Membangun Indonesia
- Ayat Al-Quran yang Sering Dipakai oleh Teroris
- Mengapa Koalisi Anies Gagal Deklarasi Pencapresan?
- Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
- Tahun 2024, Mereka Ingin Khilafah Berdiri di Indonesia
Categories
- Berita (110)
- Santuy (5)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (181)
- Video Cokro TV (15)


