Abu Janda: Sebuah Parodi

Tahun 2014 seorang warga Indonesia bernama Salim Mubarok bergabung dengan ISIS dan pergi ke Suriah. Ia memberi julukan untuk dirinya: Ustadz Abu Jandal al-Yamani al-Indunisy.

Ia merekam sebuah pesan melalui video yang diunggah ke youtube. Isinya mengancam TNI, Polisi, Densus 88, Ansor dan Banser. Abu Jandal merekam pesannya di sebuah masjid di Suriah. Tak hanya pesan ancaman, Si Abu Jandal juga memamerkan foto dirinya dengan senjata AK-47, senapan serbu produk negara Uni Soviet Komunis yang ideologinya sangat dibenci gerombolan teroris. Ehem. “Benci ideologinya tapi minta perlindungan hidup dari produknya.” Seperti gerombolan pro-Khilafah yang teriak-teriak anti Barat tapi paling doyan main Facebook, twitter dan YouTube. Seperti mereka yang teriak-teriak rasis anti Cina sambil menenteng dua sampai tiga HP produk Cina di tangannya.

Reaksi terhadap video Abu Jandal itu beragam. Tak sedikit yang kagum dan tertarik, karena ISIS waktu itu masih belum dimusuhi seperti sekarang. Setelahnya yang terpengaruh beberapa warga Indonesia mengikuti jejak Salim Mubarok alias Abu Jandal pergi ke Suriah bergabung dengan ISIS. Bendera ISIS pernah berkibar saat demo di Bunderan HI, Rizieq pernah mengeluarkan pernyataan resmi dukungan pada perjuangan ISIS. Munarman pun pernah ikut dalam acara pembaiatan ISIS.

Video Abu Jandal viral di media sosial. Penegak hukum tak mampu menjangkaunya, karena posisinya di luar Indonesia. Facebook dan YouTube saat itu belum ‘ngeh’ dengan propaganda teroris ISIS. Bahkan menjadi kanal paling populer penyebaran propaganda ISIS.

Tiba-tiba di Facebook muncul kontranarasi terhadap propaganda Abu Jandal dalam bentuk parodi. Ada orang mengaku sebagai Ustadz Abu Janda al-Bollywoody, nama ledekan untuk Ustadz Abu Jandal Al-Indunisy. Orang itu yang kemudian hari mengaku bernama asli Permadi Arya, berpakaian dan berbicara meniru—sambil meledek-ledek–Ustadz Abu Jandal Al-Indunisy.

Kontranarasi ini efektif untuk perang opini di media sosial, karena seperti yang sudah saya singgung sebelumnya saat itu baik Facebook dan YouTube belum menjalankan pembatasan yang ketat terhadap propaganda terorisme, sedangkan Salim alias Abu Jandal itu tidak mungkin ditangkap karena berada di luar teritori Pemerintah Indonesia.

Selanjutnya Ustadz Abu Janda al-Bollywoody paling depan melakukan kontra terhadap propaganda radikalisme dan terorisme. Beberapa kali akun Facebooknya ikut tumbang baik karena kesalahpahaman Facebook atau pun karena laporan massal dari pihak lawan.

Yang tak tahu “asbabun nuzul” nama parodi Ustadz Abu Janda al-Bollywoody mungkin mengira dia ustadz benaran, atau ada pihak-pihak yang mempercayainya sebagai Ustadz, seperti halnya Sugi Nur yang tak hafal huruf-huruf Hija’iyyah tapi dipanggil Ustadz, atau Tengku Zul yang tidak hafal tashrifan tapi dipercaya sebagai Ustadz. Padahal nama Ustadz Abu Janda al-Bollywoody tak bisa dilepaskan sebagai ledekan terhadap Ustadz Abu Jandal Al-Indunisy yang teroris itu.

Abu Janda adalah parodi. Ledekan, humor. Kok tiba-tiba menjadi masalah yang serius. Kalau pihak-pihak yang selama ini kena ledek Abu Janda bereaksi marah, bisa dimaklumi. Tapi yang aneh, yang selama ini secara tak langsung ikut dibela oleh ledekan Abu Janda tiba-tiba ikut bereaksi.

Humor kok diseriusin. Kadang-kadang emang nyebelin. Seperti saya sebagai orang Madura, yang sering ikut tertawa kalau ada humor-humor yang menceritakan kekonyolan orang-orang Madura, yang lebih banyak cerita fiktifnya bukan yang sebenarnya, kadang ada juga yang nyebelin tapinya namanya saja humor, masa harus lapor polisi atas si pembuat humor. Padahal banyak sekali humor-humor yang menceritakan suku-suku lain di negeri ini. Tinggal balas-balasan pakai humor yang lain.

Abu Janda adalah parodi. Fungsinya meledek-ledek kekonyolan, kepalsuan hingga penipuan yang sering diatasnamakan Islam. Mau ceramah seperti Tengku Zul, Sugi Nur dan ustadz-ustadz dadakan lainnya. Kan tidak perlu Kyai-Kyai dan Gus-gus yang mulia turun level meladeni mereka. Cukup lah Abu Janda yang menghadapinya.

Makanya saya bilang selama Tengku Zul masih bebas ngebacot dan Munarman ngehoax, maka Abu Janda tetap dibutuhkan.

MOHAMAD GUNTUR ROMLI