GKI Yasmin dan “GKI Bima Arya”
GKI Yasmin dan “GKI Bima Arya”
Kasus GKI Yasmin yang sudah terlunta-lunta selama 15 tahun belum menemukan solusi yang tepat. Solusi terbaru dari Wali Kota Bogor Bima Arya dengan relokasi sekaligus hibah tanah, ditolak oleh jemaat GKI Yasmin. Apalagi izin di lokasi baru harus dimulai dari awal dan belum keluar.
Sebenarnya solusi Bima Arya bukan baru, karena mengulangi opsi yang ditawarkan Wali Kota Bogor sebelumnya Diani, “biang kerok” kasus ini, tapi jemaat GKI Yasmin menolak opsi relokasi karena putusan MA sudah menetapkan pembekuan IMB GKI Yasmin yang dilakukan di era Diani tidak sah.
Pembekuan itu harus dicabut. Putusan MA itu ditegaskan kembali oleh Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa pada tanggal 17 November 2011 yang dimuat di detik.com “Ketua MA: Laksanakan Putusan GKI Yasmin!”
Artinya soal GKI Yasmin bukan hanya perkara rumah ibadah, atau nasib orang-orang jemaat GKI Yasmin saja tapi perkara kewibawaan penegakan hukum kita, sudah ada putusan Mahkamah Agung.
Pembekuan izin IMB GKI Yasmin sudah jelas-jelas ilegal dengan putusan MA itu. Pembekuan yang hanya berdasarkan ada demo dan penolakan dari sekelompok orang preman berjubah agama terhadap GKI Yasmin yang sudah punya IMB dan bangunan gerejanya berdiri.
Kalau jemaat GKI Yasmin selama ini hanya mementingkan diri sendiri, mencari aman, nyaman dan selamat, mungkin mereka akan memilih opsi relokasi sejak awal yang ditawarkan oleh Diani Wali Kota Bogor yang lama.
Namun jemaat GKI Yasmin sadar mereka sedang tidak berjuang untuk rumah ibadah mereka sendiri, ada hal-hal prinsipil yang sedang mereka bela dan perjuangkan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kewibawaan penegakan hukum kita, terkait Konstitusi yang menjamin kemerdekaan beragama dan beribadah, terkait Keindonesiaan kita yang berbhinneka tunggal Ika yang tak boleh kalah oleh intimidasi satu kelompok.
Karena itu, Jemaat GKI Yasmin memilih jalan perjuangan. Selama 15 tahun mereka terlunta-lunta. Menyaksikan bangunan dan lokasi gereja disegel. Mereka ibadah di trotoar gereja sendiri. Mereka diusir oleh Pemkot Bogor dari era Diani. Mereka pun beribadah di seberang Istana Negara sejak era Presiden SBY sampai sekarang.
Maka, perjuangan jemaat GKI Yasmin ini patut dibela dan diapresiasi, karena memang tidak hanya sedang memperjuangkan rumah ibadah mereka, tapi mereka sedang berjuang untuk Keindonesiaan kita.
Sebenarnya langkah yang bisa dilakukan oleh Wali Kota Bogor saat ini Bima Arya sederhana: cabut pembekuan IMB GKI Yasmin yang dilakukan oleh Wali Kota Bogor yang lama: Diani. Maka secara otomatis izin GKI Yasmin yang lama akan aktif lagi.
Tapi pilihan saat ini malah lebih ruwet: memberikan hibah tanah negara dan proses perizinan yang mulai dari awal dan hingga saat ini belum keluar.
GKI Yasmin tidak membutuhkan hibah tanah, mereka sudah punya! GKI Yasmin butuh jaminan izin. Mereka mau izin yang sudah pernah dikeluarkan lagi dikembalikan lagi ke mereka sesuai putusan MA.
Semestinya hibah tanah lebih baik digunakan untuk pembangunan pusat pendidikan/pelatihan atau sentra ekonomi daripada untuk pembangunan rumah ibadah yang sudah ada. Bukankah ini mubazir?
Solusi hibah tanah seperti “menyogok” jemaat GKI Yasmin setelah terlunta-lunta selama 15 tahun. Padahal sekali lagi mereka tidak butuh lanah tahan, mereka butuh penegakan putusan MA yang mensahkan izin GKI Yasmin di lokasi yang lama.
Apalagi jemaat GKI Yasmin sudah menyetujui 2 usulan dari Wali Kota Bogor saat ini sebelum pilihan relokasi dipaksakan. 2 usulan itu, jemaat GKI Yasmin menerima apabila di lokasi yang lama tidak hanya dibangun gereja tapi ada gedung kerukunan atau bahkan dibangun masjid di lokasi yang sama! Artinya akan ada gereja dan masjid yang akan berdampingan. Bukankah ini akan tampak lebih elok dan lebih Indonesia!
Berikut kutipan kesepakatan antara Wali Kota Bogor Bima Arya dan Jemaat GKI Yasmin:
“a. Setuju dibangunnya Gedung dua lantai di lokasi gereja di Jl KH Abdullah bin Nuh Kav 31 Taman Yasmin Bogor, dengan rencana penggunaan lantai 1 untuk gereja dan lantai 2 untuk Pusat Keberagaman dan Kerukunan.
b. Setuju bahwa lahan gereja di Jl KH Abdullah bin Nuh Kav 31 Taman Yasmin Bogor, dibagi menjadi dua bagian; satu bagian untuk gereja dan satu bagian lain untuk Mesjid yang nantinya akan dikelola Pemkot Bogor.”
Anehnya, kenapa relokasi tetap dipaksakan? Yang lebih aneh, relokasi tidak jauh dari lokasi yang lama, tidak sampai jaraknya 2 KM. Dan dengan mubazir memberikan hibah tanah negara pula.
Saya tak habis pikir alasan Wali Kota Bogor memilih opsi yang ruwet dan mubazir ini. Apakah takut berhadapan dengan kelompok-kelompok intoleran dan radikal? Presiden Jokowi sudah tegas membubarkan HTI dan FPI, apalagi yang ditakutkan oleh Bima Arya?
Bukankah Bima Arya saat ini sedang gencar melawan meskipun diserang oleh Rizieq Shihab dan komplotannya yang kita perlu apresiasi juga kepadanya.
Apakah opsi relokasi ini sudah terlanjur dipilih Bima Arya sebelum berani melawan Rizieq? Zaman itu Bima Arya pernah menghadiri Konferensi Hizbut Tahrir Internasional di Bogor!
Lantas mengapa Bima Arya tidak memilih opsi yang lebih Indonesia: laksanakan putusan MA dan bangun gereja-masjid di lokasi yang lama. Bukankah ini lebih keren?
Atau mungkin Bima Arya ingin dikenang sebagai pemimpin yang menyelesaikan kasus GKI Yasmin setelah 15 tahun terlunta-lunta (7 tahun GKI Yasmin terlunta-lunta di era Bima Arya), namun yang perlu diingat, relokasi adalah solusi politik (bukan solusi hukum), yang bisa saja digunakan tapi–kata Ketua MA saat itu Harifin Tumpa–“harus persetujuan umat GKI Yasmin” dan kini jemaat GKI Yasmin menolaknya.
Dengan demikian Bima Arya sedang tidak menyelesaikan kasus GKI Yasmin yang sudah terlunta-lunta selama 15 tahun. Bima Arya sedang berusaha membangun gereja yang lain, mungkin saja dia bersepakat dengan lembaga gereja seperti Sinode GKI tapi tidak dengan jemaat GKI Yasmin.
Karena kalau kita mau sebut GKI Yasmin maka lokasi dan fakta sejarah serta fakta hukum sudah jelas hingga di putusan MA, yaitu yang berlokasi di lokasi Jalan KH Abdullah bin Nuh Kav 31 Taman Yasmin Bogor yang masih disegel sejak era Diani hingga Bima Arya saat ini.
Kalau gereja yang sedang diusahakan dibangun ini, bukan GKI Yasmin (karena jemaat GKI Yasmin sudah menolaknya), saya usul kalau sudah berdiri namakan saja “GKI Bima Arya”.
Mohamad Guntur Romli
Tags In
Terkini
- Tiga Langkah Jenius Megawati Saat Pencapresan Ganjar Pranowo
- Memilih Ganjar Pranowo, Meneruskan Jokowi Membangun Indonesia
- Ayat Al-Quran yang Sering Dipakai oleh Teroris
- Mengapa Koalisi Anies Gagal Deklarasi Pencapresan?
- Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
- Tahun 2024, Mereka Ingin Khilafah Berdiri di Indonesia
Categories
- Berita (110)
- Santuy (5)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (181)
- Video Cokro TV (15)


