Tuhan Tidak Tuli, Pengeras Suara di Rumah Tuhan Buat Siapa?

Surat Edaran Menteri Agama No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musola menjadi perbincangan publik.

Seperti biasa, dalam setiap keputusan, ada yang pro dan kontra.

Yang kontra, dari komen yang lebay, menggelikan hingga fitnah.

Kontra dilakukan oleh PKS. Kalau rumus saya sih, apa yang ditolak oleh PKS itu pasti sudah benar. Itu rumusnya. PKS menolak RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Permendikbud Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan, Menolak UU IKN, Menolak Revisi UU Terorisme, Perppu Ormas dll artinya apa yang ditolak PKS itu pasti benar.

Tapi kalau ada politisinya korupsi dengan istilah-istilah Quran, tidak terdengar suara penolakan PKS.

Mungkin, sudah waktunya rakyat Indonesia, menyatakan penolakan buat partai satu ini. Apalagi ditenggarai, pendirian parpol ini terinspirasi dan dipengaruhi oleh Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, yang saat ini dikategorikan sebagai organisasi teroris baik oleh Mesir dan Arab Saudi.

Ada juga yang kontra, tapi ngawur. Ada akun @UmarHasibuan77 ngasi komentar:

“Sejak indonesia merdeka baru kali ini towa masjid diatur penggunaannya oleh menag. Yassalam pak menag.”

Komen itu langgang “dirujak” oleh Netizen, karena dia buta sejarah.

Sebenarnya Surat Edaran itu, sebagai tindaklanjut dari dua peraturan yang sudah ada sebelumnya:

Instruksi Dirjen Binmas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 Tentang Tuntutan Penggunaa Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala. Kemudian Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor B.3940/DJ.III/HK.00.7/08/2018 Tahun 2018.

Kemudian juga, keluhan yang sama konsisten disampaikan oleh Pak Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) soal pengeras suara. Terakhir pada Oktober 2021, Pak JK menyerbu 75 persen pengeras suara di masjid di Indonesia jelek.

Pak Cholil Nafis dari MUI, mencoba memperlebar masalah. Meskipun tidak menolak Surat Edaran itu, ada permintaan yang bikin tanda tanya: “rumah ibadah lainnya pun baiknya diatur”.

Kita pun bertanya-tanya: rumah ibadah lain apa yang dimaksud? Apakah ada? Apakah ada rumah ibadah lain yang memasang pengeras suara luar yang diarahkan ke empat penjuru mata angin?

Surat Edaran itu selain pengaturan juga sebagai instrokpeksi bagi umat Islam sebagai umat mayoritas terkait pengunaan pengeras suara. Seperti kasus Meliana tahun 2016 yang hanya mengeluh soal volume pengeras suara tiba-tiba dibelokkan ke soal isu SARA dan adanya kerusuhan.

Mengeluh soal volume pengeras suara kok dituduh penistaan agama Islam, bahkan tempat tinggalnya pun diserang dan dibakar.

Karena itu, tepat sekali Surat Edaran Menag itu memiliki tujuan untuk meningkatkan ketentraman, ketertiban dan keharmonisan antarwarga masyarakat.

Lagi pula, pengeras suara itu buat siapa? Buat memanggil Tuhan? Tentu saja tidak.

Tuhan Maha Dekat (Al-Qarib). Tidak perlu pengeras suara untuk memanggilnya. Tidak perlu suara keras. Suara hati saja Dia sudah mendengar.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
(QS Qaf 16)

Tuhan lebih dekat dari urat leher kita! Karena dia mengetahui bisikan hati kita.

Dan Tuhan tidak tuli. Tuhan Maha Mendengar (As-Sami), Tuhan tidak tuli, al-ashamm, al-athrasy.

Ada hadits Nabi Muhammad Saw yang melarang untuk berdoa dan memohon kepada Allah Swt dengan suara yang bising:

Hadits Nabi:
أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِباً إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعاً بَصِيراً إِنَّ الذي تَدْعُونَ أقرب إِلَى
أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ

Hai manusia! Lemah lembutlah, karena Dia yang kalian panggil itu tidak tuli, tidak ghaib, Dia Maha Mendengar dan Melihat, Dia yang kalian panggil itu lebih dekat dari leher tunggangan kalian.

Dalam ayat Al-Quran juga dianjurkan agar mencari jalan tengah, bukan keras-keras, bukan pula terlalu rendah.

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا

dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam salat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu.”

(QS Al-Isra’ 110)

Memohon kepada Allah Swt juga dengan rendah hati (tadlarru’) dan suara lembut:

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

(QS Al-A’raf 55)

Dan orang yang bermain-main dengan kebisingan pengeras suara disebut sebagai “orang-orang yang melampaui batas”.

Karena itu pengeras suara buat siapa? Tentu saja buat manusianya, awalnya untuk mengetahui waktu shalat. Karena terkait dengan adzan.

Sebelum ada tradisi adzan para Sahabat Nabi sering gelisah, berkumpul-kumpul dan bertanya-tanya kapan waktu shalat.

Kemudian ada yg usul, pakai semacam tanda. Ada yang usul pakai lonceng seperti gereja. Ada yang usul pakai tiupan trompet dari tanduk kerbau seperti tradisi Yahudi.

Kemudian ada yang usul setelah diberi ilham dengan adzan, Nabi Muhammad Saw pun memerintahkan Bilal bin Rabah, seorang mantan budak berkulit hitam menjadi pelantun adzan (muadzdin) sampai Nabi Muhammad Saw wafat.

Tempat adzan sering disebut sebagai menara. Berasal dari kata manarah (tempat api) seperti tradisi agama Majusi (zoroaster) yang menempatkan api di tempat yang tinggi.

Dari tempat tinggi itu, menara, Tower, muadzin melantunkan adzan agar terdengar ke segala penjuru.

Kini, zaman semakin canggih. Waktu shalat bisa diketahui dengan mengunggah aplikasi, sekaligus dengan suara adzannya setiap 5 waktu.

Suara adzan yang merdu menjadi tradisi di masyarakat muslim, tentu saja dengan melatih seorang muadzin dan perangkat pengeras suara yang baik.

Karena itu, Surat Edaran Menteri Agama itu sudah sangat tepat memberikan tuntunan dan peraturan. Tidak melarang sama sekali seperti fitnah kelompok sakit hati, tapi mengatur, apa saja yang bisa memakai pengeras suara luar, berapa lama, berapa kerasnya dan mana yang cukup menggunakan pengeras suara dalam ruangan.

Surat Edaran Menteri Agama telah melaksanakan ayat Al-Quran QS Al-Isra 110 yang merupakan “jalan tengah” وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا “usahakan jalan tengah di antara kedua itu” antara yang terlalu keras dan yang tidak ada bunyi sama sekali. Ada istilah lain dari Sabda Nabi “seperti kuburan”.

Agar kita jatuh seperti orang-orang yang melampaui batas.

Karena Allah Swt tidak menyukai orang yang melampaui batas

لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ

QS Al-A’raf 55

Wallahu A’lam bis Shawab