Hidupkan Soekarno, Keberanian Politik Perdamaian Jokowi untuk Rusia-Ukraina

Perang antara Rusia Ukraina, atau ada yang bilang konflik militer Rusia Ukraina atau ada yang bilang lagi serangan militer Rusia ke Ukraina, atau apapun istilahnya,

Karena setiap istilah ada beban politik di dalamnya juga soal netralitas dan keberpihakan, bagi yang pro Ukraina akan bilang: serangan militer/agresi militer Rusia ke Ukraina, yang pro Rusia akan bilang: konflik militer Rusia Ukraina.

Tapi apapun istilahnya perang itu membawa dampak yang merugikan di kedua belah pihak. Kerugiaan yang besar dan nyata tentu saja di pihak Ukraina. Tapi Rusia juga merasakan dampaknya.

Tapi dampak perang itu tidak hanya terjadi di Ukraina dan Rusia, juga dirasakan oleh seluruh dunia. Yang paling nyata adalah kelangkaan energi dan kelangkaan pangan.

Apalagi negara-negara yang terlihat aktif dalam dua blok yang sedang berseteru itu. Negara-negara Aliansi atlantik Utara (NATO), khususnya negara-negara besar yang di belakang Ukraina, saling memboikot soal ekonomi, politik, hingga pasokan energi dan pasangan lawan blok Rusia.

Indonesia saja yang tidak masuk dalam blok tersebut, ikut merasakan dampaknya. Perang yang membuat harga minyak dunia tinggi, memaksa Pemerintahan Jokowi melakukan subsidi BBM 502 triliun! Angka ini lebih mahal daripada membangun Ibu Kota Negara (IKN) seharga 466 triliun.

Subsidi BBM terpaksa dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri.

Belum lagi soal kenaikan barang-barang yang lain, khususnya soal pangan. Rantai pasukan pangan pun berantakan gara-gara perang itu. Harga-harga menjadi abnormal.

Inilah yang mendesak Pak Jokowi untuk ikut bebas dan aktif menjaga perdamaian dunia, tidak hanya soal kemanusiaan saja atau amanat Konstitusi UUD 1945, tapi perang antara Rusia dan Ukraina telah membawa korban sipil, kerugiaan, kehancuran dan dampaknya yang semakin memburuk bagi dunia.

Belum lagi soal perkiraan 60 negara di dunia akan menjadi negara gagal karena mengalami kesulitan keuangan dan ekonomi.

Yang paling dekat dengan kita adalah Sri Langka. Negara ini bangkrut, krisis pangan dan energi. Sekolah-sekolah diliburkan. Transportasi publik dihentikan. Jatuh pada hutang.

Misi Pak Jokowi ke Ukraina dan Rusia membawa misi penting kemanusiaan dunia, ini tidak hanya soal kepentingan rakyat Indonesia tapi dunia, karena negara-negara besar saat ini tidak bisa diharapkan untuk melakukan perdamaian karena terjebak dalam konflik itu.

AS, Inggris, Prancis, Kanada dan negara-negara Atrlantik Utara terlibat konflik dengan Rusia dan sekutunya.

Peran Jokowi saat ini, mengingatkan pada peran Soekarno pada masa-masa perang dingin yang melibatkan Kubu Barat (AS dan sekutunya) versus Kubu Timur (Uni Soviet dan sekutunya).

Kini, sejarah itu kembali berulang. Dan Pak Jokowi sadar atas panggilan sejarah itu. Apapun resikonya, harus ditempuh. Lebih hebatnya lagi, dan herois, Ibu Iriana Jokowi mendampingi perjalanan beresiko Pak Jokowi ke Ukraina dan Rusia.

Ini semacam pesan, bahwa yang datang ke Ukraina bukan hanya presiden dan ibu negara tapi juga pasangan keluarga: suami dan istri yang punya anak-anak dan cucu yang berharap perang itu dihentikan.

Memilih ke Ukraina sebagai tujual awal, saya kira bukan tanpa alasan. Pak Jokowi ingin tahu benar dan melihat langsung dampak perang tersebut. Meskipun ini pilihan yang penuh resiko. Karena Ukraina dalam posisi yang diserang.

Wajarnya, kunjungi dulu pihak yang menyerang, pihak kuat, kemudian semacam “minta izin” mau lihat pihak yang diserang, yang menjadi korban.

Tapi justeru di sinilah keberanian seorang Joko Widodo. Dia menyaksikan dulu pihak yang diserang, melihat sendiri dampak kerugian dan kehancuran. Baru setelah itu akan berbicara ke pihak yang menyerang.

Makanya saya menyayangkan komentar Dino Patti Djalal yang konon seorang diplomat tapi malah berkomentar “Seruan lantang Indonesia untuk “menghentikan perang” seharusnya dialamatkan scr khusus & langsung ke Presiden Putin krn sangat jelas Rusia yang menyerang Ukraina, bukan sebaliknya” kata dia.

Kalau Dino seorang diplomat, maka dia mengerti misi dan bahasa Pak Jokowi saat ini adalah diplomasi perdamaian bukan sebagai aktivis anti perang.

Apalagi Pak Jokowi akan ke Rusia dan bertemu langsung dengan Putin.

Pernyataan Jokowi “hentikan perang” di Ukraina dengan latar belakang bangunan dan infrastruktur yang hancur merupakan seruan ke semua pihak untuk berhenti dan menghentikan keterlibatan dalam perang.

Tentu saja Putin menonton dan membaca pernyataan Jokowi itu, karena Jokowi sebentar lagi akan bertemu dengannya.

Kalau Pak Jokowi bertemu Putin lebih dahulu kemudian baru ke Ukraina justeru menunjukkan kelemahan diplomasi Jokowi. Karena saat dia datang ke Ukraina akan terlihat “pembawa pesan” dari Putin untuk Ukraina.

Tapi karena keberanian dan kekuatan diplomasi Jokowi, posisi itu dibalik. Saat menemui Putih, Jokowi akan berdiri tegak, dia membawa pesan semua pihak yang ingin perang ini dihentikan, termasuk dari pihak Ukraina yang baru ia kunjungi dan ia lihat sendiri.

Saya semakin kagum dengan diplomasi politik perdamaian Presiden Jokowi, presiden kita semua, juga kagum pada keberanian Ibu Iriana yang mendampingi, yang terlihat sebagai pasangan keluarga yang ingin perang itu diakhiri demi keberlangsungan anak cucu dan masa depan kehidupan di dunia.

Mohamad Guntur Romli