Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
Perayaan Halloween di Ibu Kota Saudi: Riyadh, mengundang kehebohan di seluruh dunia.
Perayaan itu konon dihadiri 120 pengunjung. Yang tampil pun beragam, tak hanya orang asli Saudi tapi juga warga dari negara-negara lain yang tinggal di Riyadh.
Bagi warga Saudi, busana Halloween itu dipadukan dengan busana lokal Saudi. Yang laki-laki memakai baju panjang putih disebut tsaub dengan igal, tali kepala, dan syammagh sorban dengan putih dgn corak merah bergelombang, tentu saja dengan dandanan wajah yang penuh horor. Kalau yang perempuan memakai abaya alias baju kurung panjang warna hitam.
Intinya perayaan Halloween yang penuh dengan horor dipadukan dengan konteks kelokalan Saudi.
Perayaan itu memantik komentar dari warga netizen seluruh dunia.
Saudi mulai kebarat baratan, Halloween dirayakan tapi Maulid Nabi Muhammad Saw masih dilarang dirayakan secara terbuka.
Demikian ada yang memberikan komentar seperti itu.
Karena momen Halloween ini persis pada momen Maulid Nabi Muhammad Saw yang dirayakan di banyak negeri-negeri muslim di seluruh dunia.
Tapi Saudi malah merayakan Halloween.
Sejak Pangeran Muhammad bin Salman (MBS), Putera mahkota Saudi, Putera dari Raja Salman bin Abd Aziz memegang kendali Kerajaan Saudi Arabia memang mengubah tampilan Saudi Arabia.
Melalui Visi 2030 (ru’yah su’udiyyah) yang bertujuan kebangkitan Saudi Arabia di dunia melalui kebangkitan ekonomi dan semua aspek kehidupannya. Telah membuka Saudi Arabia.
Dibanding daerah-daerah lain di Teluk Arab seperti Dubai, Abu Dhabi Emirat dan Doha Qatar, Saudi Arabia memang seperti ketinggalan.
Negera-negara itu sudah tidak lagi menjadikan minyak sebagai faktor utama untuk kebangkitan negaranya, karena suatu saat minyak akan punah dan alternatif energi lain akan ditemukan.
Karena itu seperti Abu Dhabi, Dubai, Doha sudah menjadikan perdagangan, pariwisata, investasi dan segala usaha melakukan kegiatan ekonomi yang bertujuan diversifikasi minyak bumi.
Kalau mengunjungi kota-kota di pinggir laut baik di Dubai, Doha dan Abu Dhabi dengan gedung-gedung pencakar langit, semua tampak modern dan canggih, serta citra dan kualitas yang serba modern dan Barat.
Melului kota-kota tadi, Arab Teluk sangat tampak seperti kota-kota di Barat yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit, modern dan canggih.
Sejak munculnya Pangeran Muhammad bin Salman (MBS), Saudi mulai mengarah ke sana melaju Visi 2030.
Keterbukaan sangat nyata kalau Saudi ingin dikunjungi seluruh warga dunia seperti halnya Dubai, Doha dan Abu Dhabi.
Di sinilah citra Saudi akan berubah antara dua kota suci Makkah dan Madinah yang menjadi pusat ibadah bagi umat Islam seluruh dunia, dibandingkan dengan Riyadh, Jeddah, Dumah al Jandal al-Jouf, Taif, Jizan, dan kota-kota lain.
Pangeran MBS pun mulai mengoreksi pemahaman keagamaan di Saudi yang selama ini berbasis pada Paham Wahabi yang ekstrim.
Saudi akan lebih terbuka pada paham dan keragaman pandangan keagamaan. Liga Muslim Dunia (Rabithah Alam Islami) organisasi yang sangat didukung Kerajaan Arab Saudi, melalui Sekjennya Dr Muhammad bin Abdul Karim al-Isa mulai menyemarakkan dialog antar agama, dengan mengundang tokoh-tokoh Yahudi dan tokoh-tokoh agama lain ke konferensi di Saudi dan mengunjungi kamp-kamp Holocaust serta berdoa. Ini sejarah baru dari Rabithah Alam Islami.
Saudi mulai berubah. Dalam beberapa aspek mereka kebarat baratan. Saudi mulai terbuka.
Mekkah dan Madinah tetap akan menjadi dua kota suci. Namun di sekelilingnya, Kerajaan Arab Saudi terus terbuka. Ini bisa seperti Kota Vatika yang disebut kota suci bagi kalangan Katolik, tapi berada di tengah Kota Roma, yang menjadi Ibu Kota Negara Italia yang sekuler.
Perayaan Halloween di Riyadh Saudi mungkin bagi beberapa pihak hanya dianggap suatu hal yang tidak serius atau bahkan jadi bahan tertawaan, tapi sebenarnya ini menunjukkan perubahan yang luar biasa di Saudi.
Barat yang dimaksud di sini melalui citra bangunan, infrastruktur, kecanggihan dan kemutakhiran teknologi, serta iklim kebebasan dan keterbukaan.
Pada akhirnya Saudi tidak bisa terus menerus menutup diri. Arab Saudi perlu terbuka.
Tentu saja kita tidak hanya berharap Halloween yang boleh dirayakan tapi juga Maulid Nabi Muhammad Saw bisa dirayakan.
Tapi yang menarik dibicarakan negara-negara Arab di Teluk mulai kebarat baratan tapi justeru di Indonesia malah mau ke arab araban.
Kita sering melihat ada budaya-budaya lokal di Indonesia, kearifan-kearifan lokal di Indonesia yang mau diberhangus dengan budaya-budaya Arab.
Masyarakat kita memang belum bisa membedakan mana budaya dan ideologi Arab yang disebut dengan istilah al-‘Arubah (arabisme) dengan nilai-nilai keislaman.
Persis seperti pernah disampaikan Gus Dur ada gejala arabisasi tapi dipahami sebagai Islamisasi.
Padahal ada perbedaan antara keduanya: Arab adalah budaya dan etnisitas sedangkan Islam adalah agama.
Arab sebagai budaya dan bisa mengalami perubahan seperti halnya yang terjadi di Arab Saudi saat ini.
Tentu saja kita tak berharap Indonesia tak perlu ke barat baratan juga tak perlu ke arab araban.
Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika.
Mohamad Guntur Romli
Tags In
Terkini
- Tiga Langkah Jenius Megawati Saat Pencapresan Ganjar Pranowo
- Memilih Ganjar Pranowo, Meneruskan Jokowi Membangun Indonesia
- Ayat Al-Quran yang Sering Dipakai oleh Teroris
- Mengapa Koalisi Anies Gagal Deklarasi Pencapresan?
- Halloween: Saudi Kebarat-baratan, Indonesia Kearab-araban
- Tahun 2024, Mereka Ingin Khilafah Berdiri di Indonesia
Categories
- Berita (110)
- Santuy (5)
- Siaran Pers (31)
- Tulisan (181)
- Video Cokro TV (15)


