Bom bunuh diri menyerang Polsek Astana Anyar Bandung pagi ini. Pelakunya mati dengan tubuh tercerai-berai. 1 polisi dilaporkan meninggal akibat serangan itu, dan beberapa lainnya luka-luka termasuk warga sipil.

Teroris itu mengutip ayat Al-Quran At-Taubah ayat 29 untuk menjalankan aksinya….

***

Saya ingin mengucapkan duka cita dan simpati untuk para polisi yg kena serangan teroris pagi ini.

Yg meninggal, semoga keluarganya diberi kesabaran dan ketabahan, dan almarhum semoga diampuni kesalahannya & dicatat sebagai jihad & syahid.

Yang luka-luka diberi kesabaran kekuatan & cepat sembuh.

Dan kita mendukung penuh aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan teroris ini.

Dalam pesan yang ditulis teroris itu yang ditempel di bagian depan motor:

“KUHP Hukum Syirik/Kafir Perangi Para Penegak Hukum Setan. QS 9:29”

QS singkatan dari Quran Surat, surat ke-9 namanya At-Taubah dan ayatnya yang dimaksud ke-29.

Ayat ini, ayat 29 dari surat At-Taubah memang menjadi “langganan” para teroris untuk disalahgunakan.

Ayat ini sering dijadikan dalih bukan dalil untuk membenarkan tindakan dan aksi terorisme mereka.

KUHP adalah singkatan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

UU KUHP yang baru, disahkan kemaren. Yang tak pernah sepi dari pro dan kontra.

Tampaknya teroris itu mencuri momen pengesahan UU KUHP untuk mendapatkan perhatian publik.

Tapi mereka memang sangat anti KUHP, sebagaimana mereka juga anti Pancasila dan UUD 1945. Mereka tuding sebagai hukum yang kufur, hukum syirik, hukum thaghut.

Tapi mengapa Polsek/polisi yang menjadi sasaran bom bunuh diri? Mengapa Mapolsek dijadikan tempat teroris melancarkan aksi mereka?

Karena polisi paling depan yang bisa disebut “para penegak hukum setan” versi teroris itu.

Karena itulah polisi menjadi sasaran paling awal dari serangan para teroris itu.

Kasus penyerangan terorisme pada Polsek Astana Anyar Bandung hanya mengulangi pola serangan dan sasaran serangan dari kelompok teroris sebelumnya.

Duka cita dan simpati saya untuk polisi yang luka-luka.

Semoga diberi kesabaran, kekuatan dan cepat kesembuhan 🙏

Isi ayat At-Taubah 29 yang sering disalahgunakan oleh teroris dipakai untuk menuduh dan mendakwa bahwa KUHP tidak mengharamkan apa yang sudah diharamkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.

قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَ ࣖ

Artinya:

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.

Dalam memahami ayat tadi, pola pikir yang dipakai para teroris itu benar-benar kadrun sekali. Benar-benar kacau, ruwet dan butek.

Padahal apa yang diharamkan dalam agama, juga disebut pidana alias kejahatan dalam KUHP seperti pidana pembunuhan, pencurian, saksi palsu, penipuan, perzinaan, dll

Bagi saya apa yang diharamkan agama juga ‘diharamkan’ di KUHP, secara detail dan terperinci.

Saya tak melihat apa yang dilarang dalam agama tidak dilarang dalam KUHP.

Indonesia juga adalah negeri yang sangat menghormati agama, bahkan memberikan jaminan untuk pelaksanaan ibadah keagamaan.

Indonesia tidak memusuhi agama. Apalagi memusuhi Tuhan, Rasul dan seluruh ajaran-ajaran keagamaan.

Dari pemahaman ini saja, asumsi kelompok teroris itu sudah terbantahkan.

Kemudian kalau maksudnya orang-orang yang diberi al-Kitab itu adalah orang-orang non muslim, maka orang-orang non muslim di Indonesia adalah WNI yang sudah dibebani bayar pajak, kalau dalam istilah ayat Quran tadi adalah al-jizyah.

Semua WNI memang dibebani untuk bayar pajak.

WNI apapun agamanya tidak boleh diperangi, apalagi Indonesia bukan negara kafir (Darul Kufri), bukan negara perang (Darul Harb) tapi Darus Salam (Negeri Damai).

Artinya konteks Indonesia tidak masuk dalam maksud teks A-Taubah 29.

Apalagi ayat tadi mengunakan istilah al-qital yang artinya peperangan. Dua pihak yang terlibat peperangan. Di Indoenesia tidak ada perang. Tidak ada perang di internal atau dengan pihak eksternal.

Bagaimana bisa memaksakan ayat-ayat tentang peperangan al-qital untuk konteks yang damai seperti di Indonesia?

Dalam membaca ayat-ayat Al-Quran tidak bisa kita hanya membaca dari terjemahannya saja. Kemudian merasa sudah paling tahu dan selanjutnya menghakimi orang lain.

Membaca ayat-ayat Al-Quran perlu memahami sejarah, konteks dan alasan di balik setiap ayat yang turun. Yang disebut ilmu asbabun nuzul, pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya ayat.

Dengan mengetahui hal ini, kita tidak bisa memaksakan ayat yang beda konteks untuk konteks yang sama sekali bertentangan.

Tidak bisa memaksakan ayat-ayat qital (peperangan) untuk konteks yang damai.

Tapi apa yang dilakukan teroris itu memaksakan teks yang beda konteks hanya sebagai dalih untuk pembenaran aksi teroris mereka.

Pemaksaan penafsiran ayat-ayat Al-Quran seperti At-Taubah 29 memang umum ditemukan dengan banyak kasusnya.

Pemaksaan untuk tujuan politisasi, diskriminasi, kebencian berdasarkan isu SARA hingga tujuan terorisme.

Seperti halnya yang pernah terjadi pemaksaan penafsiran Al-Ma’idah 51 yang tujuannya merupakan larangan membangun koalisi/aliansi/loyalitas (al-wala’) dgn pihak musuh–apapun agamanya, tapi dipolitisasi untuk mendiskriminasi calon pemimpin yang beda agama

Semoga kita dilindungi dari perbuatan jahat para teroris itu dan dilindungi dari perbuatan Kadrun-Kadrun yang mempolitisasi dan memaksakan ayat-ayat agama untuk tujuan jahat mereka.