Muslim Feminis (2010)
Muslim Feminis: Polemik Kemunduran dan Kebangkitan Islam (2010)
BUKU ini ditulis khusus untuk mahar (mas-kawin) yang diminta oleh calon istri saya (yang kini istri saya): Nong Darol Mahmada. Mahar adalah simbol kemandirian perempuan apabila ditentukan sendiri oleh perempuan. Mahar adalah hak perempuan sebagai calon mempelai. Tak jarang, mahar ditentukan bukan oleh perempuan itu, namun oleh usulan, desakan, atau “rayuan” keluarga atau kerabatnya. Ketika Nong meminta sebuah buku sebagai mahar, saya pun bersyukur. Mungkin Nong tidak melihat saya memiliki sesuatu yang berharga kecuali saya bisa menulis. Mahar ini bukan emas atau permata, bukan berlian atau mutu-manikam yang tidak saya punya, namun sebuah buku yang secara khusus saya tulis untuk mahar perkawinan. Namun buku ini—yang hanya mampu saya berikan—mungkin tidak kalah berharga dari emas atau permata. Menulis buku ini berarti saya akan berusaha keras menulis tentang diri, pengalaman dan pengetahuan yang saya punya.
Ketika saya menyodorkan beberapa tema untuk saya tulis, Nong memilih tema “Muslim Feminis”. Saya bisa menangkap alasan mengapa ia memilih tema ini, bukan tema-tema lain yang saya sodorkan. Selain tema ini merupakan sebuah sudut-pandang yang baru untuk membaca sejarah pemikiran, pesan yang jauh lebih penting: saya sendiri sebagai penulisnya haruslah patuh dengan ide-ide yang ditulis. Kata al-Quran, kabura maqtan dilarang. Yang disebut kabura maqtan adalah “mengatakan hal yang tak dikerjakan”— an taqûlû mâ lâ taf’alûn.
Sebenarnya saya tidak terlalu puas dengan judul “Muslim Feminis”. Tetapi saya tidak memiliki judul lain yang lebih tepat. “Muslim Feminis” secara sederhana bisa dimaknai seorang laki-laki muslim yang memiliki kepedulian, penghormatan dan penghargaan terhadap perempuan. Laki-laki yang mengakui dasar kesetaraan perempuan dengannya. Seperti ujaran hadis al-nisâ’ syaqâ’iq al-rijâl–Perempuan adalah saudara kandung laki-laki; bukan saudara tiri atau saudara angkat. Memiliki silsilah, darah, hak, dan jiwa yang sama.